PADANGSIDIMPUAN, PROTABAGSEL.co – Hampir dua bulan pascabencana banjir dan tanah longsor yang meluluhlantakkan rumah-rumah warga di Gang Air Bersih, Lingkungan III, Kelurahan Sitamiang Baru, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, tidak terlihat satu pun langkah nyata dari Pemerintah Kota Padangsidimpuan.
Warga yang kehilangan tempat tinggal masih berjuang hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, tanpa sedikit pun bantuan dari pemerintah. Rumah hancur, janji tinggal janji.
Ngatinem (61), salah satu korban longsor, kini harus menumpang di rumah saudaranya bersama suami, anak, dan cucunya. Sesekali, ia dan keluarganya bahkan tidur di teras masjid atau rumah warga yang bersedia memberikan tempat.
“Sudah sering petugas datang, lihat-lihat, ambil foto, katanya mau dibangun. Tapi sampai sekarang tak ada kelanjutan. Kami sendiri yang terpaksa bangun seadanya dari bantuan warga,” ungkap Ngatinem dengan mata berkaca-kaca, saat ditemui Minggu (11/5/2025).
Tak hanya Ngatinem, sedikitnya enam rumah warga lain juga rusak berat akibat bencana, namun semua nasibnya serupa: diabaikan. Pemerintah seolah hilang dari tanggung jawab, bahkan untuk bantuan darurat sekalipun.
“Kalau kami terus menunggu, bisa-bisa tidur di bawah langit. Kami ini korban, bukan pengemis. Tapi tidak ada perhatian sedikit pun dari pemerintah,” katanya lirih.
Di tengah ketidakpedulian pemerintah, warga sekitar justru menunjukkan empati yang luar biasa. Gotong royong tumbuh, solidaritas muncul. Bantuan berupa uang, papan, seng, hingga bahan bangunan dikumpulkan untuk meringankan penderitaan para korban.
Salah satu bantuan konkret datang dari pemuda setempat, Sabar M Sitompul, yang menyerahkan sejumlah bahan bangunan, termasuk jendela rumah, untuk membantu pembangunan darurat rumah warga.
“Kami tak tega melihat kondisi para korban. Ini bukan soal besar atau kecilnya bantuan, tapi soal kepedulian yang seharusnya dimulai dari pemerintah. Karena itu, kami warga berinisiatif membantu semampu kami,” ujar Sabar M Sitompul.
Bantuan itu disambut haru oleh para korban. Bagi mereka, apa yang diberikan masyarakat jauh lebih berarti dibanding janji-janji pejabat yang tak pernah ditepati.
“Pak Sabar dan warga lain sudah datang buat kami. Mereka datang saat kami betul-betul butuh. Sementara pemerintah? Hanya datang untuk mencatat, tapi tidak pernah benar-benar hadir,” ucap Ngatinem.
Warga lain seperti Selamat, Rasmadi, Dani Nur Aisah, Asmadi, dan Mariati juga masih bertahan di sekitar puing-puing rumah mereka. Sebagian membangun gubuk dari papan bekas untuk berteduh dari hujan dan panas.
Hingga kini, tidak ada tanda-tanda perbaikan atau kepastian kapan rumah mereka akan dibangun kembali. Warga mendesak Pemko Padangsidimpuan tidak lagi bersembunyi di balik alasan "masih pendataan", karena waktu terus berjalan dan penderitaan mereka kian dalam.
“Kami lelah berharap. Kalau bukan karena warga sekitar, entah bagaimana nasib kami sekarang. Pemerintah seharusnya malu, karena kalah peduli dibanding masyarakat biasa,” tegas Ngatinem. (yza)